Kaget, mungkin itu hal yang pertama terlintas didalam pikiran ketika mengetahui fatwa haram terhadap facebook yang dikeluarkan oleh ulama di Jawa Timur. fatwa tersebut menambah daftar fatwa yang penuh kontroversi di negeri ini. Sebelumnya MUI juga mengeluarkan fatwa yang cukup kontroversial dengan mengharamkan Golput. Fatwa sepertinya akan selalu menjadi kontroversi di negara yang mentasbihkan penduduknya sebagai umat muslim terbesar di dunia. Setiap fatwa yang dikeluarkan selalu timbul resistensi di kalangan grass root.
Alasan yang dijadikan dalil oleh para ulama tersebut adalah penyalahgunaan facebook oleh para penggunanya. Facebook dijadikan tempat mencari jodoh, prostitusi berkedok jejaring sosial, dan hal-hal yang tak bermanfaat lainnya. Disini, saya melihat telah terjadi pola pikir yang salah oleh para pengambil keputusan fatwa haram tersebut. Hal yang wajar terjadi menurut saya bila melihat suatu hal dari sisi yang berbeda dan sisi tersebut berlawanan dengan sisi pemikiran saya. Oleh karena itu tulisan ini bersifat subjekitif yang timbul dari pemikiran orang “nyeleneh” seperti saya.
Facebook tak ubahnya pisau yang yang memiliki dua sisi, positif dan negatif. Manfaat dari pisau sangat banyak, sekiranya tak perlu saya jabarkan disini. Di sisi berbeda pisau akan negatif ketika digunakan untuk tindakan kriminal. Misalnya ketika pisau digunakan untuk membunuh orang. Lalu timbul pertanyaan, apakah ketika terjadi penyalahgunaan terhadap pisau akan difatwakan haram untuk penggunaan pisau? Tentu tidak, karena pihak yang bersalah bukan pisau! tetapi lebih pada manusia yang menyalahgunakan pisau tersebut. Begitu pula facebook, ketika facebook disalahgunakan oleh para pengguna maka bukan dengan menyamaratakan semua pengguna facebook adalah pihak tertuduh dengan mengharamkan facebook, tetapi penyalahgunaan ini lebih kepada masing-masing individu. Mungkin ketika mengeluarkan fatwa tersebut mereka lupa jika ada ayat di dalam Al-Quran yang mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk saling mengenal sama lain. Menurut saya facebook hanya salah satu media untuk merealisasikannya, tanpa bermaksud mencari perlindungan balik dari ayat-ayat suci seperti yang dilakukan oleh kaum liberal!! Tulisan ini juga saya buat tanpa maksud membela diri karena saya adalah pengguna facebook tetapi lebih kepada rasa jengkel saya terhadap fatwa ini karena kenapa hal yang menurut saya tak terlalu mendasar yang justru difatwakan? Masih banyak masalah besar yang bisa difatwakan dan lebih penting ketimbang facebook!.
Bila hal tersebut terus terjadi lembaga-lembaga agama di negeri ini tak ubahnya lembaga yang akan membatasi kehidupan manusia di setiap aspek kehidupan dengan menggunakan dalil-dalil agama yang merupakan harga mati sebagai pelindung mereka. Saya tak bermaksud menyalahkan ayat-ayat suci yang digunakan untuk melakukan pembenaran tetapi lebih kepada penafsiran yang salah dan setengah-setengah sehingga menimbulkan kerancuan di kalangan umat. Seharusnya yang perlu dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan adalah mengatur kehidupan kehidupan manusia agar selalu selaras dengan apa yang terkandung di dalam di dalam Al-Quran. Jadi hendaknya sebelum memberikan fatwa hendaknya terlebih dahulu dilakukan observasi secara komprehensif terhadap objek yang akan difatwakan agar tidak menimbulkan kontorversi atau jangan-jangan mereka tidak tahu “rupa” dari facebook? Entahlah.
Semoga tulisan ini menjadi sedikit pembelajaran untuk kita semua, khususnya saya agar di dalam menilai sesuat harus mempertimbangkan segala aspek dari semua sisi yang berbeda agar output yang dihasilkan berkualitas dan tidak menimbulkan polemik. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan.
Monday, April 5, 2010
bad news is good news

Judul itu sepertinya telah mewakili apa yang saya rasakan akhir-akhir ini. Sebuah kondisi dimana berita bombastis serta fantastis selalu memiliki daya jual tinggi di mata media tanpa harus memikirkan kebenaran atau efek dari pemberitaan tersebut. Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Jadi media pada dasarnya bertugas memberitakan apapun kejadian yang terjadi ditengah masyarakat.
Oleh sebab itu, saya pun menyadari bahwa media tak selamanya memberitakan hal-hal yang baik, ada kalanya memberitakan kebobrokan suatu entitas, termasuk pemberitaan mengenai entitas suporter belakangan ini. Tak ada yang salah menurut saya dengan prinsip tersebut, asalkan media dalam mewartakan berita selalu dalam koridor objektif dan berimbang, karena pemberitaan apapun isinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi entitas tersebut.
Permasalahan timbul ketika media hanya melihat sisi jual dari suatu berita tanpa peduli kebenaran dari berita tersebut. Hendaknya dalam melakukan pemberitan sebuah media melakukan klarifikasi dan validasi sumber berita, bukan sekedar bombastis yang diharapkan dapat dijual semata. Berita mengenai kerusuhan sepakbola di Jakarta hampir sehari penuh mewarnai layar kaca, anehnya saya menemui berita dengan dua visualisasi yang sama tetapi dengan narasi yang berbeda. Media seharusnya menjadi simbiosis mutualisme bagi perkembangan sepakbola lokal dan bukan menjadi pihak yang menambah buruk stigma masyarakat umum terhadap sepakbola dalam negeri. Ketika memang ada berita positif maka beritakanlah tanpa narasi yang “under estimate” dan ketika ada berita negatif, maka saya pun ikhlas diberitakan asal berimbang dan benar. Media selalu berucap tak ada asap jika tak ada api, mengapa disaat mereka memberitakan keburukan sepakbola lokal tidak mencoba mencari penyebab suatu permasalahan timbul? Ataupun sekedar mencari fakta pembanding lain di lapangan? Mungkin mereka tak peduli dengan asal “api” tersebut, karena hanya memperdulikan si “asap” yang menjual. Jika demikian memang sudah menjadi tabiat kebanyakan dari kita, konsisten dengan inkonsistensinya. Entahlah.
Ya, prinsip hanyalah prinsip. Semua kembali pada implementasi di lapangan dan pragmatisme media. Konsep-konsep media objektif dan berimbang hanya menjadi tagline semata dan tak berguna karena dikalahkan dengan sebuah hal, menjual! Kemudian pihak supporterlah yang selalu menjadi sasaran tembak semua pihak yang mengaku cinta dengan sepakbola lokal, dengan demikian supporter menjadi pihak yang paling pantas disalahkan atas kebobrokan sepakbola negeri ini, semakin buruklah citra supporter negeri ini. Sepertinya media harus merubah spektrumnya, dari menjual-tidak menjual menjadi benar-salah dengan tetap berpegang teguh pada objektifitas serta kebenaran berita yang dapat dipertanggungjawabkan. Saya pun tak mau mencontoh hooligans atau ultras dengan menganggap media itu musuh supporter, karena saya berasumsi kemajuan sepakbola lokal haruslah didukung oleh semua pihak, termasuk media. Akan tetapi jika faktanya media selalu tidak objektif dalam melakukan pemberitaan, mungkin kita bisa mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Green street elite, musuh supporter adalah media dan polisi!
Label:
Football and Hooliganism
We'll keep "ORANJE" flags flying high!

Di tengah keriuhan malam itu, saya menerima sms bertubi-tubi.
intinya mereka mengeluhkan kemacetan karena adanya sepakbola, bahkan beberapa sms menyebut entitas saya dengan kata binatang. begitu pula diberbagai thread kaskus.
Awalnya saya tidak terlalu merisaukan beberapa keluhan teman atau mereka di kaskus.
tetapi rasanya saya juga perlu sedikit memberi penjelasan untuk mereka.
Jakarta Macet setiap seusai pertandingan persija.
untuk masalah ini perlu kita cermati dengan seksama.
Setiap pertandingan persija dengan lawan tim-tim gurem minimal dihadiri 40ribuan penonton (meskipun gak semua masuk stadion). terlebih lagi ketika lawan tim-tim besar maka anda dapat bayangkan berapa banyak yang hadir. Puluhan ribu orang tersebut memarkirkan kendaraannya di sekitari Hall Basket. Ratusan Bis serta ribuan sepeda motor memadati jalanan yang tidak terlalu lebar. Anda dapat membayangkan tentunya bagaimana jika semua kendaraan secara serentak keluar dari areal GBK. apa ini bentuk "cuci tangan" kami? apa ini bentuk pembelaan kami dengan menyebutkan "jakarta, tanpa adanya pertandingan persija sekali pun sudah macet"? terserah kalian mau berkomentar binatang sekalipun, tapi memang faktanya seperti itu.
Tentunya kemacetan akan semakin parah jika bertanding di Lebak bulus, sebagai informasi GBK memiliki banyak pintu dan akses jalan keluar GBK, tetapi kemacetan tetap terjadi. Bagaimana dengan areal lebak bulus yang jalannya satu arah? pikirkan sendiri.
Dari berbagai keluh kesah mereka, ada yang berkomentar kenapa di jalan raya tingkah laku para suporter ini gak tertib dan sering berbuat onar?. Untuk satu hal ini saya sepakat dengan mereka. Rasanya tak perlu ada pembelaan untuk hal ini karena saya pun mengakui jika mereka yang umumnya remaja sering berbuat ulah ketika di jalan raya. Rasanya organisasi juga sudah berusaha untuk meminimalisasi hal tersebut dengan menempatkan korlap di beberapa sudut jalan raya, meskipun hasilnya belum maksimal. Mereka yang ugal-ugalan saya pastikan adalah mereka yang tidak terkoodinir, bagi mereka yang memiliki koodinator wilayah (korwil) umumnya sudah terkoordinasi dengan baik, Jalan menuju dan pulang dengan tertib. Sekali lagi ini bukan bentuk "cuci tangan" kami.
Inilah Jakarta dengan segala kompleksitasnya. sebagian dari kami adalah orang-orang termarjinalkan dari kehidupan urban ibukota. Jangalah kalian memaki hanya karena terjebak kemacetan menuju pusat perbelanjaan ternama untuk sekedar mencari hiburan. Mereka juga butuh hiburan walau hanya dengan menonton pertandingan sepakbola, tiap lembar rupiah berguna bagi mereka tuk sekedar membeli tiket pertandingan, melakukan caci maki tanpa dasar hanya menunjukan kalian sebagai invidualis dengan egois tingkat tinggi! Karena secara tidak sadar kalian telah memproklamirkan diri sebagai pihak yang satu-satunya pantas mendapatkan hiburan di Jakarta.
Bagi mereka inilah bentuk aktualisasi mereka sebagai anak Jakarta. mereka sama sekali tak memiliki kebanggaan di ibukota selain menonton sebuah pertandingan, karena bagi mereka hanya dengan menonton pertandingan sepakbola mereka merasa kebanggaan sebagai orang Jakarta. terpenting ini adalah HIBURAN!
Sebelum menilai sesuatu hendaknya dilihat dari berbagai sudut pandang dan komprehensif, secara tidak sadar kalian akan lebih hina daripada yang kalian anggap hina. Persija, The jak, dan kemacetan adalah bagain dari Jakarta. Suka tidak suka terimalah. terakhir, tak peduli serasis ataupun sehina apapun kalian menghina entitas kami, kami akan tetap bernyanyi
"We'll keep 'oranje' flags flying high"
Label:
Football and Hooliganism
Bepe is BP

Malam itu secara tak sengaja saya menemukan tweet bambang pamungkas, pemain yang selama 9 tahun ini saya “gilai”. Karena penarasaran saya pun akhirnya mengunjungi website pribadinya www.bambangpamungkas20.com. saya telah lama tahu jika ia memiliki website pribadi tetapi tak sekalipun saya membaca tulisan-tulisannya, akhirnya malam itu pula saya membaca berbagai artikelnya, membaca semua yang ada di site tersebut.
Saya pun tersadar jika ia bukan sekedar pemain sepakbola biasa yang hanya menggunakan otot semata, tetapi ia orang yang cerdas dan juga memiliki selera berbusana yang baik. Ia juga memiliki jiwa sosial yang tinggi dengan membentuk BP foundation guna membantu anak-anak sekolah dasar yang kurang mampu. Ia juga seorang sosok ayah yang bertanggung jawab, itu dapat saya lihat dari status-status twitternya.
Disini saya melihat nilai plus dari seorang bambang pamungkas, ia bukan hanya pandai di lapangan hijau tetapi juga mampu menempatkan dirinya sebagai atlet yang selalu menjadi bahan pemberitaan, hal tersebut saya lihat ketika ia coba mencounter pemberitaan miring wartawan indopos. selain itu, Saya sempat melihatnya ketika hari ulang tahun persija di Ragunan, ketika itu ia mengenakan sepatu nike tipe sneakers yang cukup menyita perhatian saya. Rasanya seorang bambang pamungkas memang layak untuk dielu-elukan bukan hanya di tribun stadion tetapi juga dikehidupan sehari-hari. Grazie BP!!
Tak salah memang jika hingga saat ini tribun timur masih berkoor:
Bambang bambang bambang pamungkas
Bambang pamungkas macan persija!
Label:
Football and Hooliganism
APAKAH AKU, KAMU, DAN MEREKA LOYALIS SEJATI?
Awalnya saya sangat berat untuk memulai tulisan ini, saya merasa enggan tuk memuatnya di jejaring sosial ataupun website jakmania. Saya merasa takut dinilai tidak loyal atau apalah sebuatan untuk orang-orang yang tidak setia bagi timnya. Terlebih lagi suasana di website Jakmania cenderung memanas menjelang laga klasik melawan persib Bandung! Tetapi saya coba enyahkan semua hal itu karena saya berpikiran bahwa tulisan ini didasarkan kecintaan saya pada persija bukan pada kekecewaan sesaat akibat kekalahan dari saudara utara kita atapun rasa amarah melihat performa persija yang terus menurun.
Persija ampe mati, mau kalah atau menang tetap persija, ataupun loyalitas tanpa batas merupakan kata-kata yang sering saya baca dan dengar, terlebih lagi ketika kondisi tim yang sedang menurun. Kata-kata tersebut sangatlah dalam artinya. Sebuah kata yang menggambarkan bentuk kesetiaan sampai akhir hayat bagi persija terlepas dari apapun kondisinya. Hal tersebut memang lumrah bagi seorang yang mentasbihkan dirinya sebagai suporter sejati. Saya pun mengamini kata-kata tersebut, biarpun kalah dan terdegradasi saya tetap mendukungnya.
Tetapi ada yang perlu kita cermati, yakni kecintaan! Loyalitas tanpa dibalut rasa cinta hanyalah berupa rasa kesetiaan tanpa adanya rasa memiliki, setia tetapi tak peduli terhadap kondisi timnya. Terlebih lagi saat ini ketika tim yang kita puja menjadi bulan-bulanan tim lain, menjadi tempat bermuaranya caci maki, dan kekalahan demi kekalahan terjadi yang diluar nalar kita, apakah kita berdiam diri? Lalu berteriak lantang, “mau menang atau kalah tetap persija” . bagi saya ucapan seperti itu tak ubahnya seorang apatis! Apakah itu yang disebut loyalis sejati? Antipati terhadap timnya? Tentu tidak. Seorang loyalis sejati akan memberikan sumbang saran, ide, bahkan kritik-kritik pedas bagi tim yang dipujanya. Lalu timbul pertanyaan, berarti mereka tidak loyal? Menurut saya, itulah bentuk loyalitas tertinggi! Loyalitas yang bukan hanya sekedar setia tetapi cinta dan peduli terhadap timnya! Bukan hanya sekedar nonton pertandingan, memiliki atribut lengkap ataupun hafal semua mars-mars persija! Jika seperti itu kita tak ubahnya sekelompok pemandu sorak atau cheerleaders! Mereka tak peduli kondisi timnya, mereka hanya datang dan pulang ketika pertandingan selesai, tugas mereka hanya bernyanyi dan memberikan semangat! Apakah kita mau disamakan pemandu sorak? Tentu tidak.
Loyalitas yang seperti saya sebutkan sebelumnya bukan berarti menuntut kemenangan disetiap pertandingan, tidak! Di pertandingan sepakbola kalah menang adalah hal lumrah, tetapi yang menjadi permasalahan adalah sifat kritis kita yang seperti bungkam dan menghilang! Analogikan persija itu seperti pacar ataupun keluarga kita dan kita mencintainya. Ketika mereka berbuat hal-hal yang tidak pantas untuk dilakukan, apakah kita diam saja? Tentu kita akan menasehatinya, berpesan agar tidak mengulanginya. Bukan berdiam diri, dan berkata apapun yang dilakukan saya tetap cinta. Ketika hal tersebut terjadi maka niscaya cinta itu akan luntur dengan sendirinya seiring dengan kelakuan orang kita cintai yang semakin lama semakin parah! Hal yang sama yang harus kita lakukan pada persija! terus memberikan motivasi, ide-ide, pemikiran, bahkan kritikan!
Sudah saatnya kita kritis terhadap setiap kebijakan pelatih, manajemen, PT Persija jaya, bahkan organisasi Jakmania itu sendiri. Kritis ini bukan bentuk intervensi kita terhadap tim tetapi hanya sebatas memberi masukan ataupun kritik-kritik yang konstruktif. Masalah strategi tim, pemilihan pemain dan selebihnya ada pada pelatih! Menurut saya kritik-kritik yang membangun mencerminkan kecintaan kita yang hakiki pada persija. Ketika kita sudah memberikan sumbang pikiran. Masalah hasil akhir pertandingan adalah urusan belakang. Terpenting adalah tim sudah maksimal bertanding, manajemen mau mendengarkan suara-suara pendukungnya serta kita (pendukung) kritis terhadap tim. Hal tersebut membuat kesemua komponen menjadi satu-kesatuan yang sinergis, terlepas dari apapun hasil akhir pertandingan.
Semoga tulisan ini menjadi semangat saya khususnya untuk terus memberikan dukungan maksimal baik lewat nyanyian atapun pemikiran. Mohon maaf bila tulisan ini menyinggung teman-teman atapun terlalu subjektif. Tulisan ini sebagai bentuk kecintaan saya sekaligus kekecewaan terhadap sikap teman-teman yang cenderung menyalahkan orang-orang yang bersifat kiritis terhadap Persija dan menilai orang-orang yang kritis tidak loyal pada persija. Tulisan ini bentuk cinta saya karena saya mencintainya sampai mati.
Persija ampe mati, mau kalah atau menang tetap persija, ataupun loyalitas tanpa batas merupakan kata-kata yang sering saya baca dan dengar, terlebih lagi ketika kondisi tim yang sedang menurun. Kata-kata tersebut sangatlah dalam artinya. Sebuah kata yang menggambarkan bentuk kesetiaan sampai akhir hayat bagi persija terlepas dari apapun kondisinya. Hal tersebut memang lumrah bagi seorang yang mentasbihkan dirinya sebagai suporter sejati. Saya pun mengamini kata-kata tersebut, biarpun kalah dan terdegradasi saya tetap mendukungnya.
Tetapi ada yang perlu kita cermati, yakni kecintaan! Loyalitas tanpa dibalut rasa cinta hanyalah berupa rasa kesetiaan tanpa adanya rasa memiliki, setia tetapi tak peduli terhadap kondisi timnya. Terlebih lagi saat ini ketika tim yang kita puja menjadi bulan-bulanan tim lain, menjadi tempat bermuaranya caci maki, dan kekalahan demi kekalahan terjadi yang diluar nalar kita, apakah kita berdiam diri? Lalu berteriak lantang, “mau menang atau kalah tetap persija” . bagi saya ucapan seperti itu tak ubahnya seorang apatis! Apakah itu yang disebut loyalis sejati? Antipati terhadap timnya? Tentu tidak. Seorang loyalis sejati akan memberikan sumbang saran, ide, bahkan kritik-kritik pedas bagi tim yang dipujanya. Lalu timbul pertanyaan, berarti mereka tidak loyal? Menurut saya, itulah bentuk loyalitas tertinggi! Loyalitas yang bukan hanya sekedar setia tetapi cinta dan peduli terhadap timnya! Bukan hanya sekedar nonton pertandingan, memiliki atribut lengkap ataupun hafal semua mars-mars persija! Jika seperti itu kita tak ubahnya sekelompok pemandu sorak atau cheerleaders! Mereka tak peduli kondisi timnya, mereka hanya datang dan pulang ketika pertandingan selesai, tugas mereka hanya bernyanyi dan memberikan semangat! Apakah kita mau disamakan pemandu sorak? Tentu tidak.
Loyalitas yang seperti saya sebutkan sebelumnya bukan berarti menuntut kemenangan disetiap pertandingan, tidak! Di pertandingan sepakbola kalah menang adalah hal lumrah, tetapi yang menjadi permasalahan adalah sifat kritis kita yang seperti bungkam dan menghilang! Analogikan persija itu seperti pacar ataupun keluarga kita dan kita mencintainya. Ketika mereka berbuat hal-hal yang tidak pantas untuk dilakukan, apakah kita diam saja? Tentu kita akan menasehatinya, berpesan agar tidak mengulanginya. Bukan berdiam diri, dan berkata apapun yang dilakukan saya tetap cinta. Ketika hal tersebut terjadi maka niscaya cinta itu akan luntur dengan sendirinya seiring dengan kelakuan orang kita cintai yang semakin lama semakin parah! Hal yang sama yang harus kita lakukan pada persija! terus memberikan motivasi, ide-ide, pemikiran, bahkan kritikan!
Sudah saatnya kita kritis terhadap setiap kebijakan pelatih, manajemen, PT Persija jaya, bahkan organisasi Jakmania itu sendiri. Kritis ini bukan bentuk intervensi kita terhadap tim tetapi hanya sebatas memberi masukan ataupun kritik-kritik yang konstruktif. Masalah strategi tim, pemilihan pemain dan selebihnya ada pada pelatih! Menurut saya kritik-kritik yang membangun mencerminkan kecintaan kita yang hakiki pada persija. Ketika kita sudah memberikan sumbang pikiran. Masalah hasil akhir pertandingan adalah urusan belakang. Terpenting adalah tim sudah maksimal bertanding, manajemen mau mendengarkan suara-suara pendukungnya serta kita (pendukung) kritis terhadap tim. Hal tersebut membuat kesemua komponen menjadi satu-kesatuan yang sinergis, terlepas dari apapun hasil akhir pertandingan.
Semoga tulisan ini menjadi semangat saya khususnya untuk terus memberikan dukungan maksimal baik lewat nyanyian atapun pemikiran. Mohon maaf bila tulisan ini menyinggung teman-teman atapun terlalu subjektif. Tulisan ini sebagai bentuk kecintaan saya sekaligus kekecewaan terhadap sikap teman-teman yang cenderung menyalahkan orang-orang yang bersifat kiritis terhadap Persija dan menilai orang-orang yang kritis tidak loyal pada persija. Tulisan ini bentuk cinta saya karena saya mencintainya sampai mati.
Label:
Football and Hooliganism
Mencintainya Sampai Mati.....
PERSIJA, di dadaku
PERSIJA, kebanggaan ku
Ku yakin hari ini pasti menang…
Ya, ini merupakan sepenggal lirik mars persija yang sering dinyanyikan serentak oleh puluhan ribu pendukungnya ketika kick off pertandingan dimulai. Lirik lagu yang akan mengubah aura Stadion menjadi “keramat” dan sangat khidmat seperti ritual keagamaan. Mungkin inilah yang disebut ketika sepakbola menyerupai agama bagi manusia. Bagi para penganut bolaisme, menonton pertandingan baik kandang ataupun tandang adalah “ritual” wajib yang harus dilakukan.
Banyak hal ini yang saya temui ketika menjalankan “ritual”ini. Mulai dari friendship sampai musuh abadi, dari sanjungan sampai caci maki yang terkadang diiringi hujan batu dari pendukung lawan, dari kota yang sangat welcome sampai kota yang mengharamkan entitas kami. Lalu untuk apa hal tersebut dilakukan? LOYALITAS! Mungkin kata yang memuakkan tuk didengar karena sangat bosan dengan kata tersebut terlebih lagi bagi orang-orang yang menjalankan kegiatan ini. Saya juga heran kenapa saya menjalankan hal ini, mungkin tak jauh berbeda seperti panggilan Tuhan kepada umat-Nya untuk berjihad di jalan-Nya dan sulit untuk menjelaskan kenapa semua ini bisa dilakukan. Awalnya terlihat biasa tetapi semua akan berubah drastis ketika moment-moment tertentu dan akan mengubah rasa tersebut menjadi luar biasa yang akan bergelora dan dipenuhi rasa bersemangat untuk terus mendukungnya.
Adakalanya ketika loyalitas mencapai titik nadir, titik yang membuat saya seperi akan berhenti dari semua ini, menggantungkan atribut kebesaran, menyimpan kartu tanda anggota dalam lemari kemudian menguncinya rapat-rapat serta menghapus memori yang berkaitan dengan “kegilaan” ini. Hal itu nyaris saya alami pada tahun 2004 dan 2005 ketika 11 orang pahlawan Jakarta harus gigit jari untuk meraih gelar juara, padahal kans untuk juara tidak besar tetapi sangat besar!! Saat itu saya seperti umat beragama yang tidak lagi menjalankan ritual nan agung kepada Tuhannya. Tetapi entah mengapa seperti ada magnet besar yang terus menarik saya tuk terus berjuang mendukungnya dan menggilainya. “Kegilaan” yang mungkin bagi penyuka tim-tim asing dinilai tak ubahnya hanya segerombolan anak muda dengan atribut oranye kebanggaan yang mereka puja dan sering ribut dengan suporter lawan. Hal yang perlu digarisbawahi adalah pride, hal yang mereka tak miliki, Kebanggaan yang hakiki. Bukan sekedar bangga memiliki kaos asli ataupun keanggotaan yang mendapat lisensi dari pusat di negeri londo sana. Kebanggaan yang nyata karena memilikinya, merasakan semangatnya secara langsung, melihat dengan mata betapa peluhnya pahlawan-pahlawan Persija berjuang membawa nama besar tim dan kota ini. Pahlawan yang sangat bangga karena dapat membela panji-panji kebesaran Sang Macan! Jika pemain sangat bangga dengan entitasnya, lalu kenapa masih ada yang meragukan akan kebanggaan yang sangat nyata ini? Atau terlalu malu terhadap apapun yang berasal dari lokal? Entahlah.
Untuk itulah banggalah kalian yang menjadi entitas ini, kalian akan sangat menghargai artinya sebuah bangsa meskipun sudah jadi rahasia umum tak ada yang dapat dibanggakan kecuali sisa-sisa semangat nasionalisme. Mungkin dapat dikatakan dari lokal untuk bangsa, dari Persija untuk Garuda. Hendaknya “kegilaan” berbalut cinta ini melebihi kebencian terhadap apapun. Kebencian yang akan membawa kita pada lembah hitam dan terjebak dengan retorika konflik di dunia maya atapun dunia “gila” kita. Bukan saya tak membenci kaum yang mengharamkan kehadiran dan benci dengan atribut suci kita, tetapi konteksnya lebih kepada kecintaan terhadap tim yang kita puja. Ketika rasa cinta itu sangat besar maka disaat ada yang menghalangi pahlawan Jakarta barulah rasa benci itu ditimbulkan. Jadi mulailah membuat manajemen rasa benci, tahu kapan harus mengeluarkannya atau membuangnya jauh-jauh dari entitas ini.
Jadikanlah “kegilaan” ini sebagai pelengkap hidup, pelengkap yang akan membuat hidup ini lebih berwarna serta menarik dan tidak monoton dengan hal-hal rutinitas sehari-hari. Sehingga “kegilaan” ini akan bermetaforfosa menjadi hal yang sangat dijaga dan tak pernah terpikir untuk meninggalkan ataupun melupakannya. Jangan pernah menjadikan hidup ini sebagai bagian yang melengkapi “kegilaan” ini karena dunia tidak berkutat pada hal ini saja, tetapi tanpa mengurangi loyalitas pada Sang Macan.
Akhinya, mencintainya adalah mencintai kehidupan, hidup akan terus ada selama nafas masih berhembus, seperti itulah loyalitas kita kepada Persija akan terus ada selama nafas berhembus, selama raga belum berpisah dengan nyawa. Semoga tulisan ini menjadi pelecut semangat buat saya khususnya dan rekan-rekan sekalian atas pencapaian kurang maksimal di ISL yang dicapai persija musim ini agar kita selalu ada dibelakangnya. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan
PERSIJA AMPE MATI!!!
PERSIJA, kebanggaan ku
Ku yakin hari ini pasti menang…
Ya, ini merupakan sepenggal lirik mars persija yang sering dinyanyikan serentak oleh puluhan ribu pendukungnya ketika kick off pertandingan dimulai. Lirik lagu yang akan mengubah aura Stadion menjadi “keramat” dan sangat khidmat seperti ritual keagamaan. Mungkin inilah yang disebut ketika sepakbola menyerupai agama bagi manusia. Bagi para penganut bolaisme, menonton pertandingan baik kandang ataupun tandang adalah “ritual” wajib yang harus dilakukan.
Banyak hal ini yang saya temui ketika menjalankan “ritual”ini. Mulai dari friendship sampai musuh abadi, dari sanjungan sampai caci maki yang terkadang diiringi hujan batu dari pendukung lawan, dari kota yang sangat welcome sampai kota yang mengharamkan entitas kami. Lalu untuk apa hal tersebut dilakukan? LOYALITAS! Mungkin kata yang memuakkan tuk didengar karena sangat bosan dengan kata tersebut terlebih lagi bagi orang-orang yang menjalankan kegiatan ini. Saya juga heran kenapa saya menjalankan hal ini, mungkin tak jauh berbeda seperti panggilan Tuhan kepada umat-Nya untuk berjihad di jalan-Nya dan sulit untuk menjelaskan kenapa semua ini bisa dilakukan. Awalnya terlihat biasa tetapi semua akan berubah drastis ketika moment-moment tertentu dan akan mengubah rasa tersebut menjadi luar biasa yang akan bergelora dan dipenuhi rasa bersemangat untuk terus mendukungnya.
Adakalanya ketika loyalitas mencapai titik nadir, titik yang membuat saya seperi akan berhenti dari semua ini, menggantungkan atribut kebesaran, menyimpan kartu tanda anggota dalam lemari kemudian menguncinya rapat-rapat serta menghapus memori yang berkaitan dengan “kegilaan” ini. Hal itu nyaris saya alami pada tahun 2004 dan 2005 ketika 11 orang pahlawan Jakarta harus gigit jari untuk meraih gelar juara, padahal kans untuk juara tidak besar tetapi sangat besar!! Saat itu saya seperti umat beragama yang tidak lagi menjalankan ritual nan agung kepada Tuhannya. Tetapi entah mengapa seperti ada magnet besar yang terus menarik saya tuk terus berjuang mendukungnya dan menggilainya. “Kegilaan” yang mungkin bagi penyuka tim-tim asing dinilai tak ubahnya hanya segerombolan anak muda dengan atribut oranye kebanggaan yang mereka puja dan sering ribut dengan suporter lawan. Hal yang perlu digarisbawahi adalah pride, hal yang mereka tak miliki, Kebanggaan yang hakiki. Bukan sekedar bangga memiliki kaos asli ataupun keanggotaan yang mendapat lisensi dari pusat di negeri londo sana. Kebanggaan yang nyata karena memilikinya, merasakan semangatnya secara langsung, melihat dengan mata betapa peluhnya pahlawan-pahlawan Persija berjuang membawa nama besar tim dan kota ini. Pahlawan yang sangat bangga karena dapat membela panji-panji kebesaran Sang Macan! Jika pemain sangat bangga dengan entitasnya, lalu kenapa masih ada yang meragukan akan kebanggaan yang sangat nyata ini? Atau terlalu malu terhadap apapun yang berasal dari lokal? Entahlah.
Untuk itulah banggalah kalian yang menjadi entitas ini, kalian akan sangat menghargai artinya sebuah bangsa meskipun sudah jadi rahasia umum tak ada yang dapat dibanggakan kecuali sisa-sisa semangat nasionalisme. Mungkin dapat dikatakan dari lokal untuk bangsa, dari Persija untuk Garuda. Hendaknya “kegilaan” berbalut cinta ini melebihi kebencian terhadap apapun. Kebencian yang akan membawa kita pada lembah hitam dan terjebak dengan retorika konflik di dunia maya atapun dunia “gila” kita. Bukan saya tak membenci kaum yang mengharamkan kehadiran dan benci dengan atribut suci kita, tetapi konteksnya lebih kepada kecintaan terhadap tim yang kita puja. Ketika rasa cinta itu sangat besar maka disaat ada yang menghalangi pahlawan Jakarta barulah rasa benci itu ditimbulkan. Jadi mulailah membuat manajemen rasa benci, tahu kapan harus mengeluarkannya atau membuangnya jauh-jauh dari entitas ini.
Jadikanlah “kegilaan” ini sebagai pelengkap hidup, pelengkap yang akan membuat hidup ini lebih berwarna serta menarik dan tidak monoton dengan hal-hal rutinitas sehari-hari. Sehingga “kegilaan” ini akan bermetaforfosa menjadi hal yang sangat dijaga dan tak pernah terpikir untuk meninggalkan ataupun melupakannya. Jangan pernah menjadikan hidup ini sebagai bagian yang melengkapi “kegilaan” ini karena dunia tidak berkutat pada hal ini saja, tetapi tanpa mengurangi loyalitas pada Sang Macan.
Akhinya, mencintainya adalah mencintai kehidupan, hidup akan terus ada selama nafas masih berhembus, seperti itulah loyalitas kita kepada Persija akan terus ada selama nafas berhembus, selama raga belum berpisah dengan nyawa. Semoga tulisan ini menjadi pelecut semangat buat saya khususnya dan rekan-rekan sekalian atas pencapaian kurang maksimal di ISL yang dicapai persija musim ini agar kita selalu ada dibelakangnya. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan
PERSIJA AMPE MATI!!!
Label:
Football and Hooliganism
Thursday, April 1, 2010
FIFA.com - The matches of 2010 FIFA World Cup South Africa
FIFA.com - The matches of 2010 FIFA World Cup South Africa
MORE>>
Match times are currently set to your time zone, please click here to revert to local time. 
Match | Date - Time | Venue | Results | ||||
1 | 11/06 22:00 | Johannesburg - JSC | South Africa | - | Mexico | ||
2 | 12/06 02:30 | Cape Town | Uruguay | - | France | ||
17 | 17/06 02:30 | Tshwane/Pretoria | South Africa | - | Uruguay | ||
18 | 18/06 02:30 | Polokwane | France | - | Mexico | ||
33 | 22/06 22:00 | Rustenburg | Mexico | - | Uruguay | ||
34 | 22/06 22:00 | Mangaung / Bloemfontein | France | - | South Africa |
MORE>>
Subscribe to:
Posts (Atom)