Monday, April 5, 2010

Ketika Semangat dan Langkah itu Surut

COME ON LADS! let it go and keep moving on!!!


Pagi ini teringat semua di hari itu, hari dimana kita memiliki satu tekad atas sebuah tujuan.
setelah hari itu kita lewati hari-hari penuh perjuangan, optimisme, canda dan tawa, terselip juga caci maki tapi semua akan baik-baik saja. ada satu obsesi dan mimpi besar yang menjadi alat pemersatu kita meskipun kita dari latar belakang yang berbeda.

ketika kerikil-kerikil kecil menghadang, satu per satu pergi. satu tujuan pun absurb.
semua memiliki orientasi berbeda dan pragmatis. ketika badai datang menerjang semua terombang-ambing pada keadaan curiga dan fitnah. makin banyak pemilik tujuan itu yang pergi ataupun hilang entah kemana.

saya coba bertahan dari keadaan itu, coba mempertahankan semangat yang masih tersisa, mengais setiap tujuan yang tercecer. tapi pada akhirnya, sulit juga bertahan dikondisi seperti ini. Disaat saya berteriak lantang tentang tujuan awal, tetapi pragmatisme itu muncul dan menganggap saya memperjuangkan sebuah hal yang SIA-SIA! karena semua tanpa kemajuan, diam membatu! tidak mungkin hari-hari saya terkuras di hal yang sia-sia.
Tanpa sadar semangat saya mulai menghilang, langkah ini pun semakin berat. rasanya saya ingin menghilang dari semua ini. mungkin tujuan kita benar-benar terlaksana bukan oleh kita. Teman kita, Orang lain, atau bahkan orang yang kita anggap musuh mungkin yang akan merealisasikannya.



Sekarang semua berjalan sendiri-sendiri. tapi tujuan itu hanya menjadi kisah usang!

Otokritik Diri

Awalnya saya selalu berpikir bisa melakukan apapun yang dingiinkan tanpa bantuan orang lain. Berbuat yang saya hendaki tanpa peduli keberadaan lingkungan, menilai seseorang dengan parameter subjektif ataupun berbicara sebebas-bebasnya lalu berteriak ini hak saya.

Terkadang pemikiran sempit itu membawa pada spektrum hitam dan putih. Mereka akan selalu hitam dan tak akan pernah bisa berbaur dengan putih. Pernahkah terpikir tentang abu-abu? Pelangi? Atau bahkan negara Indonesia? Keanekaragaman membawa kemajemukan nan indah. Tercetus dalam diri jika beda itu absolut dan kesempurnaan itu hakiki. picik ya memang picik! Tapi itu realita sekarang yang ada diantara jiwa-jiwa yang diklaim jiwa muda. Muda atau kekanak-kanakan? Entahlah.

Cukup! Ya Cukup. Cukup sudah border dalam perspektif sempit menghinggapi dinding-dinding jiwa ini. Kita harus hapus Jarak yang sengaja kita ciptakan atau bahkan tanpa sengaja tercipta dengan angkuhnya aku, kamu, dan mereka. Cepat atau lambat waktu akan membuat aku, kamu, dan mereka meratapi masa ini, menginginkannnya kembali tapi sia-sia, mengais-ngais yang tercecer namun tak pernah satu kembali.

lalu sejenak saya tersentak, hidup adalah proses, proses dalam segala hal. tak mungkin berproses tanpa adanya suatu penilaian komparatif secara objektif, sedangkan saya tanpa ada orang lain. Jadi saya amat membutuhkan orang lain dalam segala hal dan sekecil apapun.

rasanya terlalu fana dunia ini bila saya lakukan sendiri, terlalu singkat hidup bila individualis, dan terlalu munafik bila mengacuhkan orang lain. Tak apalah saya kritik habis-habisin diri ini, karena dengan cara ini mungkin saya akan menghargai kamu, mereka, dan kalian.
Aku, Kamu, dan Mereka adalah SAMA dan saya butuh KAMU, MEREKA dan KALIAN.

Mengadili Persepsi

Ketika pemikiran dipasung, ketika jiwa-jiwa itu dimatikan dan ketika otak-otak kita dibuat seragam dan menjadi sama dalam spketrum persepsi. Maka yang terjadi adalah kemunafikan. Kita akan selalu berperan menjadi orang-orang yang dinginkannya, mirip seorang sutradara yang akan mengatur para pemainnya atau bahkan seorang dktator yang akan mengatur segala aspek kehidupan ini!! Kata-katanya bak manusia super yang akan menyihir kita, tingkah lakunya bak nabi ataupun utusan Tuhan didalam suatu agama.

ketika jiwa ini mencoba melawan dan ingin mempertahankan secercah idealisme yang tersisa, maka terjadilah pengadilan persepsi! Mereka kemudian akan mengubah perannya menjadi hakim dalam suatu perkara bernama perbedaan persepsi! Mereka akan menghakimi jiwa-jiwa ini sebagai pemberontak dan tak berhak sedikitpun menyuarakan isi dan jeritan disekitar! Kita dibuat tak berdaya dan terpojok kemudian terkucilkan atas pemikiran yang coba dipertahankan!


Mungkin ini yang disebut para serigala militia dengan bermain Tuhan! Kita akan dklaim sebagai hamba-hamba mereka. Tak berhak bertanya apa, mengapa, kenapa, bagaimana. Mereka seperti mentasbihkan paling sempurna sehingga tak layak terucap dalam bibir kita sebuah kata tanya! Semua jiwa-jiwa ini akan dibuat monotheisme!!hanya percaya pada ucapannya seorang! Lalu siapa yang berhak? Kaumnya! Orang yang akan senang hati menjilat ludahnya sendiri sekaligus membantu mematikan pemikiran kita dan berteriak lantang, “Diam Kau pemberontak!!!”. Mereka dan kaumnya akan selalu menganggap kita adalah kasta terendah ataupun menggapnya dirinya adalah kaum borjuis yang berhak menginjak-injak kaum proletar menurut mereka, seperti yang dilakukan kaum liberal dengan kaki angkuhnya! Ketika kita sudah terpenjarakan dengan pemikiran mereka, maka akan membuat jiwa ini pragmatis dan tak lagi idealis, membuat kita bermain aman ketimbang harus rela di cap pengkhianat atau bahkan pecundang sejati! Tertawa miris kudalam hati melihat realita yang kini terjadi, saat ini terpampang jelas di depan mataku! Tetapi ketika kiita coba melawan, maka kita akan dianggap telah murtad dari ajaran mereka, sebuah ucapan yang membuat semua perjuangan kita serasa sia-sia!

Apakah kita mau selalu ada dibawah bayang-bayang para pemain lakon Tuhan? Tidak! Lebih baik kita terhina sebagai pengkhianat yang terus menyuarakan isi hati dan kebenaran-kebenaran ketimbang jiwa ini harus dibutakan oleh materi yang sama artinya menjual harga diri senilai dengan materi tersebut dan selalu terkungkung dalam ajaran yang mengharamkan perbedaan! Sadar kawan, jiwa ini tak dapat dibeli dengan apapun! Sudah saatnya melawan tirani yang sebenarnya kita buat sendiri! Akhirnya, biarkanlah kami ada dan tetap hidup dengan jiwa-jiwa yang kami miliki dan jangan pernah memaksakkan pemikiran anda! Terpenting, jangan anggap kami pemberontak dikarenakan kita berada dalam sisi pemikiran yang berbeda.
ayo teriakan, INDIVIDU MERDEKA!!

Fatwa vs Realita

Kaget, mungkin itu hal yang pertama terlintas didalam pikiran ketika mengetahui fatwa haram terhadap facebook yang dikeluarkan oleh ulama di Jawa Timur. fatwa tersebut menambah daftar fatwa yang penuh kontroversi di negeri ini. Sebelumnya MUI juga mengeluarkan fatwa yang cukup kontroversial dengan mengharamkan Golput. Fatwa sepertinya akan selalu menjadi kontroversi di negara yang mentasbihkan penduduknya sebagai umat muslim terbesar di dunia. Setiap fatwa yang dikeluarkan selalu timbul resistensi di kalangan grass root.

Alasan yang dijadikan dalil oleh para ulama tersebut adalah penyalahgunaan facebook oleh para penggunanya. Facebook dijadikan tempat mencari jodoh, prostitusi berkedok jejaring sosial, dan hal-hal yang tak bermanfaat lainnya. Disini, saya melihat telah terjadi pola pikir yang salah oleh para pengambil keputusan fatwa haram tersebut. Hal yang wajar terjadi menurut saya bila melihat suatu hal dari sisi yang berbeda dan sisi tersebut berlawanan dengan sisi pemikiran saya. Oleh karena itu tulisan ini bersifat subjekitif yang timbul dari pemikiran orang “nyeleneh” seperti saya.

Facebook tak ubahnya pisau yang yang memiliki dua sisi, positif dan negatif. Manfaat dari pisau sangat banyak, sekiranya tak perlu saya jabarkan disini. Di sisi berbeda pisau akan negatif ketika digunakan untuk tindakan kriminal. Misalnya ketika pisau digunakan untuk membunuh orang. Lalu timbul pertanyaan, apakah ketika terjadi penyalahgunaan terhadap pisau akan difatwakan haram untuk penggunaan pisau? Tentu tidak, karena pihak yang bersalah bukan pisau! tetapi lebih pada manusia yang menyalahgunakan pisau tersebut. Begitu pula facebook, ketika facebook disalahgunakan oleh para pengguna maka bukan dengan menyamaratakan semua pengguna facebook adalah pihak tertuduh dengan mengharamkan facebook, tetapi penyalahgunaan ini lebih kepada masing-masing individu. Mungkin ketika mengeluarkan fatwa tersebut mereka lupa jika ada ayat di dalam Al-Quran yang mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk saling mengenal sama lain. Menurut saya facebook hanya salah satu media untuk merealisasikannya, tanpa bermaksud mencari perlindungan balik dari ayat-ayat suci seperti yang dilakukan oleh kaum liberal!! Tulisan ini juga saya buat tanpa maksud membela diri karena saya adalah pengguna facebook tetapi lebih kepada rasa jengkel saya terhadap fatwa ini karena kenapa hal yang menurut saya tak terlalu mendasar yang justru difatwakan? Masih banyak masalah besar yang bisa difatwakan dan lebih penting ketimbang facebook!.

Bila hal tersebut terus terjadi lembaga-lembaga agama di negeri ini tak ubahnya lembaga yang akan membatasi kehidupan manusia di setiap aspek kehidupan dengan menggunakan dalil-dalil agama yang merupakan harga mati sebagai pelindung mereka. Saya tak bermaksud menyalahkan ayat-ayat suci yang digunakan untuk melakukan pembenaran tetapi lebih kepada penafsiran yang salah dan setengah-setengah sehingga menimbulkan kerancuan di kalangan umat. Seharusnya yang perlu dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan adalah mengatur kehidupan kehidupan manusia agar selalu selaras dengan apa yang terkandung di dalam di dalam Al-Quran. Jadi hendaknya sebelum memberikan fatwa hendaknya terlebih dahulu dilakukan observasi secara komprehensif terhadap objek yang akan difatwakan agar tidak menimbulkan kontorversi atau jangan-jangan mereka tidak tahu “rupa” dari facebook? Entahlah.

Semoga tulisan ini menjadi sedikit pembelajaran untuk kita semua, khususnya saya agar di dalam menilai sesuat harus mempertimbangkan segala aspek dari semua sisi yang berbeda agar output yang dihasilkan berkualitas dan tidak menimbulkan polemik. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan.

bad news is good news


Judul itu sepertinya telah mewakili apa yang saya rasakan akhir-akhir ini. Sebuah kondisi dimana berita bombastis serta fantastis selalu memiliki daya jual tinggi di mata media tanpa harus memikirkan kebenaran atau efek dari pemberitaan tersebut. Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Jadi media pada dasarnya bertugas memberitakan apapun kejadian yang terjadi ditengah masyarakat.

Oleh sebab itu, saya pun menyadari bahwa media tak selamanya memberitakan hal-hal yang baik, ada kalanya memberitakan kebobrokan suatu entitas, termasuk pemberitaan mengenai entitas suporter belakangan ini. Tak ada yang salah menurut saya dengan prinsip tersebut, asalkan media dalam mewartakan berita selalu dalam koridor objektif dan berimbang, karena pemberitaan apapun isinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi entitas tersebut.

Permasalahan timbul ketika media hanya melihat sisi jual dari suatu berita tanpa peduli kebenaran dari berita tersebut. Hendaknya dalam melakukan pemberitan sebuah media melakukan klarifikasi dan validasi sumber berita, bukan sekedar bombastis yang diharapkan dapat dijual semata. Berita mengenai kerusuhan sepakbola di Jakarta hampir sehari penuh mewarnai layar kaca, anehnya saya menemui berita dengan dua visualisasi yang sama tetapi dengan narasi yang berbeda. Media seharusnya menjadi simbiosis mutualisme bagi perkembangan sepakbola lokal dan bukan menjadi pihak yang menambah buruk stigma masyarakat umum terhadap sepakbola dalam negeri. Ketika memang ada berita positif maka beritakanlah tanpa narasi yang “under estimate” dan ketika ada berita negatif, maka saya pun ikhlas diberitakan asal berimbang dan benar. Media selalu berucap tak ada asap jika tak ada api, mengapa disaat mereka memberitakan keburukan sepakbola lokal tidak mencoba mencari penyebab suatu permasalahan timbul? Ataupun sekedar mencari fakta pembanding lain di lapangan? Mungkin mereka tak peduli dengan asal “api” tersebut, karena hanya memperdulikan si “asap” yang menjual. Jika demikian memang sudah menjadi tabiat kebanyakan dari kita, konsisten dengan inkonsistensinya. Entahlah.

Ya, prinsip hanyalah prinsip. Semua kembali pada implementasi di lapangan dan pragmatisme media. Konsep-konsep media objektif dan berimbang hanya menjadi tagline semata dan tak berguna karena dikalahkan dengan sebuah hal, menjual! Kemudian pihak supporterlah yang selalu menjadi sasaran tembak semua pihak yang mengaku cinta dengan sepakbola lokal, dengan demikian supporter menjadi pihak yang paling pantas disalahkan atas kebobrokan sepakbola negeri ini, semakin buruklah citra supporter negeri ini. Sepertinya media harus merubah spektrumnya, dari menjual-tidak menjual menjadi benar-salah dengan tetap berpegang teguh pada objektifitas serta kebenaran berita yang dapat dipertanggungjawabkan. Saya pun tak mau mencontoh hooligans atau ultras dengan menganggap media itu musuh supporter, karena saya berasumsi kemajuan sepakbola lokal haruslah didukung oleh semua pihak, termasuk media. Akan tetapi jika faktanya media selalu tidak objektif dalam melakukan pemberitaan, mungkin kita bisa mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Green street elite, musuh supporter adalah media dan polisi!

We'll keep "ORANJE" flags flying high!


Di tengah keriuhan malam itu, saya menerima sms bertubi-tubi.
intinya mereka mengeluhkan kemacetan karena adanya sepakbola, bahkan beberapa sms menyebut entitas saya dengan kata binatang. begitu pula diberbagai thread kaskus.
Awalnya saya tidak terlalu merisaukan beberapa keluhan teman atau mereka di kaskus.
tetapi rasanya saya juga perlu sedikit memberi penjelasan untuk mereka.

Jakarta Macet setiap seusai pertandingan persija.
untuk masalah ini perlu kita cermati dengan seksama.
Setiap pertandingan persija dengan lawan tim-tim gurem minimal dihadiri 40ribuan penonton (meskipun gak semua masuk stadion). terlebih lagi ketika lawan tim-tim besar maka anda dapat bayangkan berapa banyak yang hadir. Puluhan ribu orang tersebut memarkirkan kendaraannya di sekitari Hall Basket. Ratusan Bis serta ribuan sepeda motor memadati jalanan yang tidak terlalu lebar. Anda dapat membayangkan tentunya bagaimana jika semua kendaraan secara serentak keluar dari areal GBK. apa ini bentuk "cuci tangan" kami? apa ini bentuk pembelaan kami dengan menyebutkan "jakarta, tanpa adanya pertandingan persija sekali pun sudah macet"? terserah kalian mau berkomentar binatang sekalipun, tapi memang faktanya seperti itu.
Tentunya kemacetan akan semakin parah jika bertanding di Lebak bulus, sebagai informasi GBK memiliki banyak pintu dan akses jalan keluar GBK, tetapi kemacetan tetap terjadi. Bagaimana dengan areal lebak bulus yang jalannya satu arah? pikirkan sendiri.

Dari berbagai keluh kesah mereka, ada yang berkomentar kenapa di jalan raya tingkah laku para suporter ini gak tertib dan sering berbuat onar?. Untuk satu hal ini saya sepakat dengan mereka. Rasanya tak perlu ada pembelaan untuk hal ini karena saya pun mengakui jika mereka yang umumnya remaja sering berbuat ulah ketika di jalan raya. Rasanya organisasi juga sudah berusaha untuk meminimalisasi hal tersebut dengan menempatkan korlap di beberapa sudut jalan raya, meskipun hasilnya belum maksimal. Mereka yang ugal-ugalan saya pastikan adalah mereka yang tidak terkoodinir, bagi mereka yang memiliki koodinator wilayah (korwil) umumnya sudah terkoordinasi dengan baik, Jalan menuju dan pulang dengan tertib. Sekali lagi ini bukan bentuk "cuci tangan" kami.


Inilah Jakarta dengan segala kompleksitasnya. sebagian dari kami adalah orang-orang termarjinalkan dari kehidupan urban ibukota. Jangalah kalian memaki hanya karena terjebak kemacetan menuju pusat perbelanjaan ternama untuk sekedar mencari hiburan. Mereka juga butuh hiburan walau hanya dengan menonton pertandingan sepakbola, tiap lembar rupiah berguna bagi mereka tuk sekedar membeli tiket pertandingan, melakukan caci maki tanpa dasar hanya menunjukan kalian sebagai invidualis dengan egois tingkat tinggi! Karena secara tidak sadar kalian telah memproklamirkan diri sebagai pihak yang satu-satunya pantas mendapatkan hiburan di Jakarta.
Bagi mereka inilah bentuk aktualisasi mereka sebagai anak Jakarta. mereka sama sekali tak memiliki kebanggaan di ibukota selain menonton sebuah pertandingan, karena bagi mereka hanya dengan menonton pertandingan sepakbola mereka merasa kebanggaan sebagai orang Jakarta. terpenting ini adalah HIBURAN!


Sebelum menilai sesuatu hendaknya dilihat dari berbagai sudut pandang dan komprehensif, secara tidak sadar kalian akan lebih hina daripada yang kalian anggap hina. Persija, The jak, dan kemacetan adalah bagain dari Jakarta. Suka tidak suka terimalah. terakhir, tak peduli serasis ataupun sehina apapun kalian menghina entitas kami, kami akan tetap bernyanyi
"We'll keep 'oranje' flags flying high"

Bepe is BP


Malam itu secara tak sengaja saya menemukan tweet bambang pamungkas, pemain yang selama 9 tahun ini saya “gilai”. Karena penarasaran saya pun akhirnya mengunjungi website pribadinya www.bambangpamungkas20.com. saya telah lama tahu jika ia memiliki website pribadi tetapi tak sekalipun saya membaca tulisan-tulisannya, akhirnya malam itu pula saya membaca berbagai artikelnya, membaca semua yang ada di site tersebut.

Saya pun tersadar jika ia bukan sekedar pemain sepakbola biasa yang hanya menggunakan otot semata, tetapi ia orang yang cerdas dan juga memiliki selera berbusana yang baik. Ia juga memiliki jiwa sosial yang tinggi dengan membentuk BP foundation guna membantu anak-anak sekolah dasar yang kurang mampu. Ia juga seorang sosok ayah yang bertanggung jawab, itu dapat saya lihat dari status-status twitternya.

Disini saya melihat nilai plus dari seorang bambang pamungkas, ia bukan hanya pandai di lapangan hijau tetapi juga mampu menempatkan dirinya sebagai atlet yang selalu menjadi bahan pemberitaan, hal tersebut saya lihat ketika ia coba mencounter pemberitaan miring wartawan indopos. selain itu, Saya sempat melihatnya ketika hari ulang tahun persija di Ragunan, ketika itu ia mengenakan sepatu nike tipe sneakers yang cukup menyita perhatian saya. Rasanya seorang bambang pamungkas memang layak untuk dielu-elukan bukan hanya di tribun stadion tetapi juga dikehidupan sehari-hari. Grazie BP!!

Tak salah memang jika hingga saat ini tribun timur masih berkoor:
Bambang bambang bambang pamungkas
Bambang pamungkas macan persija!