Tuesday, August 3, 2010

National Football Team hopes to pass Suzuki Cup qualifying rounds

National Football Team hopes to pass Suzuki Cup qualifying rounds

(KPL) The Lao National team has an ambition to pass the Suzuki Cup 2010 qualifying rounds, scheduled for October 22-30 in Vientiane. The National Football Federation has called 76 players from eight local football clubs and invited three players from Champassak province after their outperformance in the 44th Anniversary of the Lao Sports Day competition held in central Borikhamsay province. However the team hopes that the government would have an English man David Booth to coach its players for the tournament. The National team will be divided into two groups for training and only 30 best players will be selected. The selected footballers will have full training at the National Football Training Centre at Houai Hong in August. The qualifying round of Suzuki Cup is to decide two teams out of five nations namely Cambodia, the Philippines, Brunei, Timor Leste and the Lao PDR. Meanwhile, Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Myanmar and Singapore are not required to play in the qualifying rounds as they are stronger than the teams mentioned above.

Perjalanan hati ku tapaki


Berjalan tanpa henti menyusuri watu rejeng

Keindahan ranu kumbolo menjadi penghilang semua dahaga

Menapaki tanjakan bermitos terengah-engah

Melihat hamparan rumput dan bunga saling bersahutan

Cemara berbaris rapi menemani perjalanan

Tanah lapang tempat bunga abadi menunjukkan keindahannya

Arcapada tempat pertapaan dewa siwa

Batu nisan yang berbaris rapi dan membeku

Lautan pasir yang tak kenal kompromi

Gas beracun yang dapat merenggut jiwa siapa saja.

Demi puncak abadi para dewa, pusat budaya Jawa kuno

Semua dilakukan bukan tanpa maksud

Bukan eksistensi diri atau kesombongan

Perjalanan hati mencari jati diri manusia

Manusia yang kecil dihadapan-Nya

Di 3676 mdpl tersadar atas semua dosa dan khilaf

Menjadi pribadi peka terhadap sekitar

Buang semua rasa ego dunia demi bekal hidup kelak

TERIMA KASIH MAHAMERU!

Monday, August 2, 2010

Budaya Hindu Kuno


Sejarah Bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peradaban hindu kuno yang telah lebih dahulu ada dari agama Islam. Hindu telah berkembang pesat di Pulau Jawa sejak abad ke-8, kedatangan para pedagang Islam telah membawa pengaruh besar terhadap budaya Hindu di Indonesia. Islam telah tumbuh dan berkembang menjadi agama mayoritas. Hal tersebut juga membuat banyak kerajaan yang berlatar belakang agama islam melakukan perluasan daerah ke daerah-daerah kekuasaan kerajaan hindu. Akibatnya banyak para penganut hindu yang merasa terdesak dan akhirnya melarikan diri ke daerah pegunungan bromo dan tengger. Sisanya menyebrang ke Bali dan menghasilkan kebudayaan Bali yang seperti saat ini dikenal. Masyarakat yang berdiam di pegunungan-pegunungan tetap berpegang teguh pada budaya nenek moyang mereka.

Bukti peninggalan hindu kuno di pegunungan bromo adalah arca kuno di pinggiran Ranu kumbolo, sebuah danau di ketinggian 2300an meter dari permukaan laut (mdpl). Selain itu masih terdapat peninggalan lain di tanah lapang yang tidak terlalu luas di leher gunung semeru, batu tersebut bernama arcopodo. Berdasarkan buku-buku yang pernah saya baca, batu tersebut berukuran tidak terlalu besar. Salah seorang pendaki ternama Indonesia, Herman Lantang dan norman edwin berhasil menemukan arca tersebut. Saya pun pernah melihat foto beliau bersama arca kembar tersebut. Akan tetapi pada waktu saya ke semeru saya tidak menemukan arca kembar teserbut. Mitos yang berkembang adalah hanya orang-orang tertentu yang mampu melihat arca tersebut dan dalam ukuran yang berbeda-beda. Versi lain menyebutkan arca tersebut telah dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab, entah versi mana yang benar.

Budaya hindu tengger dan Bali tidak dapat dipisahkan dari perkembangan agama Hindu di Indonesia. Menurut kepercayaan masyarakat Hindu gunung Semeru adalah induk dari Gunung Agung di Karang asem, Bali. Maka tak heran jika bulan-bulan tertentu Gunung Semeru ramai dikunjungi oleh masyarakat hindu Bali. Mereka mempercayai dewa shiwa berdiam di puncak semeru. Selain itu didalam kepercayaan mereka, mata air sumber mani yang terletak 1 jam dari kalimati adalah salah satu mata air yang dikeramatkan oleh masyarakat hindu. mata air lain yang dikeramatkan terletak di Gunung Rinjani, tepat dekat danau segara anakan. Keduanya pernah saya kunjungi ketika mendaki Rinjani dan Semeru, terlihat banyak “sesaji” masyarakat yang meminta pituah disana.

Dari analisa pendek diatas jelas bahwa masyarakat Jawa dan Bali masih memiliki keterikatan budaya, yakni budaya hindu kuno yang sampai detik ini masih bertahan di dinginnya pegunungan bromo tengger semeru. berdasarkan pengamatan saya, budaya tengger tak terpengaruh asimilasi budaya Jawa dengan Jogja dan solo sebagai pusatnya. meskipun begitu, budaya Jawa tak dapat dipisahkan dari keberadaan mereka sebagai kebudayaan pertama di Pulau Jawa.
Semoga warisan budaya ini akan tetap bertahan dan terus ada di pegunungan para dewa.

Tulisan ini hanya didasarkan pada pengamatan dan analisa sempit saya setelah mendaki gunung Rinjani dan Semeru. Sehingga mohon maaf apabila terdapat kekeliruan

Penampung air Stasiun Mangkang. Semarang

partner in crime

Sunday, August 1, 2010

Matarmaja nan laknat

Terik di rel kereta api