Wednesday, October 27, 2010

Berkacalah Jakartan!




Lagu Hujan jangan marah dari Efek Rumah Kaca sepertinya sangat tepat menggambarkan anomali cuaca yang terjadi saat ini, khususnya di Jakarta. Hujan dan petir sepertinya sedang hinggap di langit Ibukota beberapa pekan ini. Tentunya hujan yang mengguyur Jakarta akan menyebabkan ‘genangan’ (red; menurut Foke) dan efek domino, yakni kemacetan di jalan-jalan Jakarta. Banjir dan macet adalah dua permasalahan besar Jakarta yang belum bisa terselesaikan hingga kini. Terlepas dari letak geologis tanah Jakarta yang memang lebih rendah dari permukaan laut, kondisi tata ruang dan kesadaran warganya menjadi fokus tersendiri.

Kejadian beberapa hari lalu ketika Jakarta dikepung kemacetan dan banjir yang terparah dalam 3 tahun terakhir, banyak dari kita yang memaki dan mencaci para stake holder kota ini. Tentu saja semua bermuara kepada Fauzi Bowo a.k.a Foke selaku Gubernur DKI Jakarta. Dari beberapa statement dapat diambil sebuah benang merah jika warga Jakarta sudah muak dengan kondisi ini dan menginginkan suatu tindakan cepat dan tepat dari Pemerintah DKI Jakarta.

Tindakan dari Pemerintah DKI Jakarta memang perlu dilakukan sebelum kemacetan dan banjir ini ‘membunuh’ warganya di jalan-jalan ibukota. Tapi pernah kah terpikir jika tindakan progresif revolusioner yang diambil oleh Pemda DKI Jakarta juga harus diikuti tindakan kooperatif kita semua. Siapkah anda harus menumpang angkot? Siap kah anda menggunakan BBM non subsidi? Atau siap kah kita tidak perlu menggunakan jasa joki 3 in 1? Dan masih banyak pertanyaan lainnya mengenai kesediaan kita untuk sedikit berkorban demi mengurai masalah ini. Kebijakan sebagus apapun tanpa adanya partisipasi dari kita semua tentunya hanya akan menjadi sia-sia. Teringat akan diskusi saya dengan sebuah LSM beberapa waktu lalu, dalam diskusi tersebut terungkap bahwa mayoritas warga Jakarta hanya menjadikan Jakarta sebagai ‘ladang uang’. Mereka tak akan peduli dengan kondisi lingkungan sekitar, terpenting bagi mereka adalah mendapatkan uang dari Jakarta. Sebuah fakta yang sangat ironis!


Jakarta adalah rumah kita semua, tempat kita bernaung tak peduli asal-usul kita. Jika kita semua merasa belum mampu dan saya yakin mayoritas dari kita hanya mampu menuntut tanpa ada mau sedikit berkorban, lebih baik tak usah mencaci maki., atau mungkin lebih baik kita kembali ke kampung halaman kita saja! Banjir dan macet adalah masalah oldschool yang terpola, bahkan dari zaman kolonial. Tinggal bagaimana kita mau menyikapinya dan tindakan dari Pemda DKI Jakarta sebagai pengambil kebijakan kita tunggu, kebijakan yang cepat dan tepat! Semua perlu pengorbanan Pemda Dki dan kita semua selaku warga yang ‘baik’.

Alam tak pernah marah, semua yang terjadi adalah refleksi apa yang kita lakukan selama ini. Mulailah mengubah pola pikir dan tindakan, buang semua ego dan rasa malu kita semua. Status sosial kita tak akan ditelanjangi bulat-bulat hanya karena kita beralih dari mobil menjadi motor/angkot. Jakarta kota gue, elo, dan kite semua, jangan cengeng hidup dimari. Sampai detik ini dan selamanya gue akan selalu bilang AKU CINTA J.A.K.A.R.T.A!

No comments:

Post a Comment

indonesian supporters