Monday, April 5, 2010

CATPER UJUNG KULON

Kamis pagi itu tak ada bedanya dengan pagi sebelumnya, tetapi yang membedakan adalah saya harus mengeluarkan pakaian untuk dimasukkan ke dalam daypack karena hari itu saya akan berpetualang untuk pertama kalinya dengan teman-teman kampus. Tak terlalu banyak yang saya persiapkan, berbeda jika saya mendaki gunung, tak ubahnya seperti menggendong kulkas. Ringkas dan ramping begitu nampak pada daypack saya. Hehehe....


Pukul 09.26, setelah saling menunggu di halte stasiun UI saya, Fadil, Ibek, Pai, Ajul, Nci, Afra, Dwi, Arie, Ao, dan Diaz segera menuju ke terminal kampung rambutan. Sesampainya disana menunggu troopers lainnya Sita, Udien, Dita, Erdita, dan Sevha, dan Pepito. Jam tangan saya menunjukkan pukul 10.50 saat bus perlahan-lahan meninggalkan terminal Kp. Rambutan menuju terminal pakupatan kota Serang. Sekitar 2 jam bus membelah tol Jakarta-Merak dan sampailah di Pakupatan, disana kami manfaatkan untuk Ishoma. Setelah itu kami bersiap menuju Paniis di Desa Taman Jaya, Ujung Kulon. Kendaraan yang kami tumpangi adalah jenis Elf, Kendaraan yang hampir selalu menemani saya jika berpergian untuk berpetualang. Saling tindih menemani saya menuju Paniis, saling tukar posisi harus dilakukan guna menghilangkan pegal yang teramat akut.

Sekitar 6 jam kendaraan super “edan” harus melewati jalan yang tak kalah "edannya", berbukit-bukit, aspal rusak, hingga jalan berbatu yang menurut penduduk lokal tak pernah diaspal mungkin sejak badak bercula dua berubah menjadi satu cula..haha
Sepanjang perjalanan selalu disuguhi kondisi medan yang berbeda, dari kota, kampung, hutan, sampai pantai. Benar-benar sangat menghibur mata. Tak tahan dengan kondisi jalan yang semakin rusak, saya, fadil dan ajul memutuskan untuk naik di atap mobil, beberapa kali saya harus tiarap diatap guna menghindari batang pohon dan kabel. Salut lah dengan perjuangan sang sopir, Bapak Sakoy yang setiap hari memacu Elfnya melewati jalan nan edan. UK KERAS BUNG! haha..

Kendaraan ini mengingatkan saya waktu pergi ke Ujung Genteng pertengahan tahun, namun bedanya waktu yang ditempuh hanya 4 jam saja. Entah mengapa sepanjang perjalanan menuju Paniis sama seperti saya pergi ke daerah terpencil lainnya, pikiran saya selalu berputar-putar tentang bagaimana mobilitas warga lokal?, siapa yang membangun jalan?, siapa yang pertama kali membuka jalur? Sampai Ada saja orang yang mau tinggal di tempat terpencil seperti ini? Semua pikiran itu saya coba patahkan dengan sudut pandang sebagai penduduk lokal dan bukan sebagai orang kota yang hidupnya serba praktis. Mungkin bagi mereka hidup seperti itu dimana kendaraan sulit, infrastrukstur ala kadarnya adalah hal biasa karena bagi mereka standarnya memang demikian. satu lagi pelajaran dapat saya tarik, jangan menilai secara komparatif sesuatu yang memiliki standard berbeda.

Pukul 19.35 kendaraan elf tiba di penginapan, tepatnya di rumah keluarga Bapak Wahyu. Sambutan keluarganya begitu hangat, belum lagi makanannya. Tanpa basa-basi semua menjadi kalap dengan makanan Bu Wahyu. Selesai dengan urusan perut, rombongan dipecah menjadi dua, kaum Adam di rumah Bapak Wahyu dan Kaum Hawa menginap di rumah yang tidak terlalu jauh jaraknya dari tempat menginap pria-pria. tiba saatnya membersihkan badan, semua harus mengantri untuk mendapatkan jatah mandi.

Malam pun tak terasa semakin larut, disaat para troopers wanita asyik di penginapan, para pria memutuskan untuk ke pantai, belum sampai ke pantai gerombolan anjing berdatangan dan mengonggong dengan kerasnya, mungkin ini nasib memiliki tampang perampok.haha
Aakhirnya diputuskan untuk sekedar berbincang di teras rumah Bapak Wahyu, berbicara NGALOR NGIDUL tak ada juntrungan ditemani longlongan doggie menemani malam itu hingga rasa kantuk menyergap dan diputuskan untuk tidur...

No comments:

Post a Comment

indonesian supporters